Parenting: Mengapa Anak dari Orang Tua Milenial Begitu Sensitif

Tahukah Anda perasaan ketika anak Anda pulang ke rumah setelah seharian seharian di sekolah, duduk dan dengan tenang berbicara tentang temannya yang mereka bantu mengatasi suatu masalah saat jam istirahat? Atau ketika dia hanya berkata kepada Anda: “Bu, saya berharap ibu baik-baik saja.” Dan pada saat itu Anda merasakan cinta tanpa syarat dari anak Anda, tanpa alasan tertentu, hanya karena perasaan yang dalam dan jujur.

Saat-saat seperti ini, ketika kita benar-benar diliputi oleh empati dan perhatian anak-anak kita, sangatlah istimewa. Dan sejujurnya, saya sering bertanya-tanya apakah anak-anak begitu berempati dan penuh kasih sayang merupakan ciri dunia saat ini. Mungkinkah mereka lebih berempati dibandingkan generasi sebelumnya?

Baca juga:

Bagaimana kita, kaum Milenial, membentuk anak-anak kita

Sebagai orang tua Milenial, bagian dari generasi yang tumbuh di tahun 80an dan 90an, kita mengalami perubahan menarik dalam cara kita membesarkan anak. Kita adalah generasi yang tumbuh dengan digitalisasi, yang menangani perubahan iklim dan memiliki ketertarikan terhadap isu-isu sosial seperti kesetaraan dan toleransi.

Namun yang mungkin paling mencolok adalah kita adalah orang tua yang membesarkan anak dengan cara yang berbeda dari saat kita sendiri dibesarkan. Kami ditanyai pertanyaan “Apa kabarmu sebenarnya?” karena sangatlah normal bagi kami untuk membicarakan perasaan.

Saya sering berpikir tentang bagaimana kita sebagai orang tua mengajari anak-anak kita pentingnya memperhatikan dan merespons emosi orang lain. Saat kita masih kecil, kita sering disuruh “berhenti menangis” atau “menenangkan diri” saat kita sedih. Hari ini kami menunjukkan kepada anak-anak kami bahwa merasa sedih atau marah tidak apa-apa. Dan penting sekali untuk mengungkapkan perasaan ini. Fokusnya telah bergeser: bukan lagi sekedar disiplin, tapi mendampingi anak dalam seluruh dunia emosionalnya.

Ini lebih dari sekedar “Karena bersikap baik itu penting.” Empati adalah bagian penting dari kecerdasan emosional, danStudi membuktikanbahwa anak-anak belajar kemampuan berempati dari orang tuanya. Anak-anak Milenial telah belajar memahami emosi mereka sendiri sekaligus mengenali emosi orang lain sejak mereka masih kecil.

Mengapa anak-anak kita sangat sensitif saat ini

Yang selalu membuat saya takjub adalah hubungan mendalam yang dikembangkan anak-anak saya dengan orang lain dan juga dengan hewan dan alam. Hal ini mungkin juga terjadi karena mereka dihadapkan pada banjirnya informasi yang belum pernah terjadi sebelumnya sejak usia dini. Mereka terus-menerus terpapar pada emosi dan kisah hidup orang lain di media sosial, YouTube, dan berita. Saya melihat bagaimana putri saya tiba-tiba menjadi sangat bijaksana ketika dia mendengar tentang seorang anak di negara lain yang sedang dalam pelarian. Atau bagaimana anak saya merawat anjing kami dan menghiburnya saat dia merasa tidak enak badan atau ketakutan.

Empati seperti ini bukanlah suatu kebetulan, namun merupakan hasil dari dunia kita yang saling terhubung. Anak-anak melihat, mendengar dan merasakan lebih dari sebelumnya. Mereka tumbuh dalam masyarakat yang semakin banyak menghadapi isu-isu seperti rasisme, perubahan iklim, dan kemiskinan.

Akses terhadap informasi telah berubah secara radikal dan bersamaan dengan itu kesadaran akan penderitaan dan kebutuhan orang lain. Hal ini tidak hanya membuat mereka lebih cerdas, tetapi juga lebih berempati.

Saya terutama memperhatikan hal ini ketika anak-anak saya memberi tahu saya perspektif mereka tentang suatu topik terkini. Baik itu tentang keadilan atau berurusan dengan orang-orang yang berada dalam situasi kehidupan yang sulit - pendapat mereka dipikirkan dengan baik dan dibentuk oleh pemahaman mendalam tentang emosi orang lain. Mereka tahu bahwa penting untuk menempatkan diri Anda pada posisi orang lain.

Apa yang kami sebagai orang tua lakukan secara berbeda saat ini

Ada saatnya saya merasa sangat bangga karena saya menyadari bahwa nilai-nilai yang ingin saya ajarkan kepada anak-anak saya membuahkan hasil. Saya berusaha menjadi orang tua yang tidak hanya berwibawa, tapi juga peka dan menghargai perasaan anak saya. Ya, memang ada aturan dan batasannya, namun ada banyak ruang untuk percakapan, untuk berbagi perasaan, dan untuk saling pengertian.

Ketika anak saya menjadi marah atau tidak sabar saat berdiskusi, saya tidak langsung mencoba menegurnya atau menyuruhnya untuk menenangkan diri. Sebaliknya, saya bertanya kepadanya apa yang membuatnya begitu marah dan mendengarkannya. Saya ingin dia mengerti bahwa perasaannya baik-baik saja. Dan tidak masalah jika Anda mencari bantuan jika Anda tidak bisa pergi ke mana pun sendirian. Sekaligus saya mencoba menyampaikan kepadanya pentingnya menghargai perasaan orang lain.

Apakah anak-anak Milenial sangat berempati?

Tentu tidak mudah mengatakan hal seperti itu kepada anak-anak jaman sekarangmatigenerasi paling berempati sepanjang masa. Bagaimanapun, generasi sebelumnya telah tumbuh dengan tantangan dan kekuatannya masing-masing. Namun saya merasa sebagai orang tua saat ini kita melakukan segala yang kita bisa untuk membesarkan anak-anak kita menjadi orang yang sensitif, bertanggung jawab secara sosial, dan reflektif.

Sangat menarik melihat bagaimana fokus masyarakat telah berubah. Anak-anak dulunya diharapkan untuk menyesuaikan diri, berfungsi dan tunduk. Saat ini, yang penting bukan hanya memperkuat anak-anak kita, namun juga membesarkan mereka menjadi pribadi yang sensitif dan berempati.

Saya percaya bahwa perkembangan ini akan memperkaya masyarakat secara keseluruhan. Anak-anak masa kini telah tumbuh di masa di mana orang-orang bertanggung jawab terhadap orang lain, dan tidak hanya bertanggung jawab terhadap lingkungannya sendiri. Mereka belajar sejak usia dini bahwa empati memainkan peran penting dalam membentuk masa depan yang lebih baik. Dan saya yakin mereka akan meneruskan nilai-nilai ini.

Topik lainnya: